Minggu, 30 November 2008

Risiko xenotransplantasi

Resiko utama penerima transplantasi adalah penolakan karena respons imun pasien. Pada transplantasi dari manusia ke manusia (alotransplantasi), penolakan sebagian besar telah dapat diatasi dengan tissue matching penyesuaian donor dan penerima dan dengan pemberian obat kepada penerima yang dapat menekan respons imun.

Risiko penolakan pada xenotransplantasi lebih berat karena perbedaan antara donor dan penerima jauh lebih besar. Xenotransplantasi juga dapat mentransmisikan infeksi (seperti virus) dari binatang ke manusia. Retrovirus menjadi perhatian utama karena banyak contoh virus pindah dari satu spesies ke spesies lain dan saling menginfeksi.

Retrovirus tidak selalu menimbulkan tanda atau gejala penyakit yang jelas pada awalnya. Kalau ada retrovirus saat xenotransplantasi dan menginfeksi penerima, ia dapat menyebar dan bisa menjadi pembawa infeksi pada populasi yang luas sebelum terjadi infeksi nyata.

Primata bukan manusia (kera dan monyet) tidak baik untuk sumber transplantasi binatang ke manusia karena hubungannya yang sangat erat ke manusia akan meningkatkan risiko virus bertransmisi antar spesies.

Virus yang paling perlu diperhatikan pada xenotransplantasi menggunakan babi adalah porcine endogenous retrovirus (PERV). PERV ada di dalam hampir semua strain babi dan tidak dapat dihilangkan dengan meningkatkan babi dalam kondisi steril. Meskipun PERV inaktif, dan karena itu tidak berbahaya di dalam babi, dikhawatirkan transplantasi ke manusia dapat mengaktifkan virus, menimbulkan penyakit baru, dan dapat menyebar luas pada orang yang dekat pada penerima transplantasi.

PERV dapat menginfeksi sel manusia dalam laboratorium, menandakan kemungkinan ia dapat menginfeksi manusia melalui xenotransplantasi. Akan tetapi, menurut NHMRC, penelitian dari sekitar 150 orang yang tersebar luas di dunia yang ditransplantasi dengan jaringan babi atau sel babi menunjukkan tidak terdapat kejadian infeksi virus atau infeksi lain yang berasal dari babi.

Minimalisasi risiko

Meskipun kebanyakan babi membawa PERV, tetapi sekurangnya satu strain "minipigs" tidak membawanya sehingga penelitian diarahkan ke pada strain ini untuk xenotransplantasi agar supaya mengurangi risiko infeksi terhadap penerima.

Menurut NHMRC, penelitian transplantasi dari binatang ke manusia tidak akan disetujui kecuali terdapat kebijakan pengontrol infeksi yang memadai di rumah sakit tempat transplantasi dilakukan. Ini untuk mencegah penularan infeksi dari penerima xenotransplantasi ke orang lain di rumah sakit. Karena konsekuensi jangka panjang xenotransplantasi belum dapat diketahui untuk beberapa tahun mendatang, maka transplantasi dengan sel, jaringan, atau organ dari spesies lain perlu dipantau secara hati-hati dan terus-menerus. Karena itu setiap penerima transplantasi perlu diberitahu mengenai risiko potensi penyakit infeksi terhadap mereka sendiri dan terhadap lingkungannya serta diminta untuk mendukung pemantauan jangka panjang.

Penelitian xenotransplantasi dari binatang ke manusia yang telah dilakukan saat ini di Australia adalah suatu penelitian penyaringan darah melalui hati bioartificial pada 3 peserta.

NHMRC melaporkan bahwa saat ini xenotransplantasi sedang dilakukan di Amerika Serikat dan Eropa. Penelitian ini melibatkan transplantasi sel saraf fetus untuk pengobatan penyakit parkinson, demikian juga prosedur perfusi hati dan kultur kulit.

Suatu penelitian kecil sel pulau Langerhans fetus babi untuk diabetus tipe I telah dilakukan pada dua pasien di Selandia Baru. Namun, penelitian lanjutannya ditolak di Selandia Baru karena takut akan terjadinya infeksi PERV.

Banyak negara Eropa telah memutuskan penelitian xenotransplantasi harus di bawah penuntun yang telah disetujui. Menurut Badan Pekerja Xenotransplantasi NHMRC, yang terbaik untuk Australia adalah mengizinkan penelitian secara hati-hati di bawah petunjuk dengan memperhatikan masalah etik, melindungi peserta yang mengikuti penelitian, dan menjamin keamanan usaha perlindungan masyarakat.

Tidak ada komentar: